Karena itu, tidak berlebihan bila
saya katakan bahwa model pertanian tekno-ekologis ini bisa menjadi alternatif
model dalam Revolusi Hijau kedua nanti, guna memperbaiki kelemahan-kelemahan
Revolusi Hijau pertama yang digagas Norman Borlaug – yang terbukti telah
mendorong para petani menjadi bergantung pada perusahaan-perusahaan besar dalam
pemenuhan sarana produksi. (Page x)
Budaya industri sangat bergantung
pada energi minyak bumi (fosil), baik dalam proses produksi, transportasi,
penerangan, perdagangan, pariwisata, dan lain-lain. (Page 8)
Penggunaan pupuk organik dari
kotoran sapi, kerbau, atau domba yang telah difermentasi sebanyak 2.500 kg per
ha dikombinasikan dengan penggunaan pupuk anorganik (urea, SP-36, dan KCI)
sebanyak 50% dari dosis anjuran tidak akan menurunkan produktivitas padi, malah
dapat meningkatkan produktivitas hingga 25 – 30 % dibandingkan dengan
penggunaan pupuk pabrikan 100% (Widiyazid et al.,2002). Selanjutnya, secara
bertahap dosis pupuk organik bisa ditambah dan penggunaan pupuk anorganik bisa
dikurangi. (Page 30)
Jenis ikan yang bisa
dibudidayakan dengan cara ini (mina padi) antara lain ikan mas, tewes, nila,
lele, dan udang galah. (Page 127)